LIVE. LAUGH. LOVE
Not For Today But For Tommorow
Jumat, 08 April 2016
Kamis, 07 April 2016
Sabtu, 02 April 2016
Hubungan kerjasama China dan ASEAN dalam bidang Perdagangan
PENDAHULUAN
Kawasan
Perdagangan Bebas ASEAN adalah sebuah persejutuan oleh ASEAN mengenai sektor
produksi lokal di seluruh negara. Kerjasama Perdagangan ASEAN-China sudah
diberlakukan sejak 01 januari 2010. Tetapi Perdagangan Bebas dengan China
bukanlah langkah yang bijak. Walau terlambat, tidak usah ragu-ragu untuk
menyusun stratergi dagang dengan dua cara, yaitu Defensif dan Ofensif. Sebuah
terobosan yang dilakukan oleh ASEAN-Cina pada akhirnya terealisasi dalam bentuk
komunitas perdagangan bebas melalaui ASEAN-Cina Free Trade Area Jika tidak, tentunya ACFTA telah dipastikan
memberi efek yang buruk dan menjadi momok yang menakutkan bagi para industri
kecil dan para pekerja industri. Karena pemberlakuan perdagangan bebas regional
itu memang membuat volume perdagangan antar negara meningkat besar. Karena
produk asing yang masuk dibuat dengan menekankan sisi ekonomis, efisien dan
rendahnya biaya produksi namun dengan kualitas yang lebih baik.
Tetapi
di sisi lain pula dapat menimbulkan tekanan negatif bagi sektor-sektor tertentu
yang lebih utama daripada memanjakan konsumen dengan pilihan yang beragam,
yaitu sektor produksi dalam negeri. Seperti yang kita ketahui, produk-produk
lokal selama ini cenderung memerlukan biaya produksi lebih besar yang
dipengaruhi oleh political cost dan sebagainya.
Rumusan masalah dalam makalah ini
akan membahasa tentang Kesiapan menuju Perdagangan Bebas, Perjanjian Free Trade
Area, Produk Industri dan Perdagangan Cina, Posisi Strategis ASEAN bagi Cina,
dan Hubungan yang saling menguntungkan.
Adapun tujuan dari makalah ini agar
supaya pembaca mengetahui dan lebih memahami lagi tentang Perdagangan Bebas dan
kerjasama Berbagai Negara dalam bidang Pertahanan Perekonomian. Apalagi dengan
adanya kerja sama ASEAN-Cina bisa menguntungkan Negara-negara ASEAN dalam ASEAN
Economic Community 2015 untuk menciptakan Pasar bebas di masing-masing Negara.
Dalam mempelajari Ekonomi Politik Internasional pentingnya untuk kita
mengetahui bahwa Pasar Bebas, atau perdagangan Bebas dan pertahanan
perekonomian yang terjadi tidak hanya di Negara-negara ASEAN dan Cina, tetapi
juga di semua Negara yang ada di dunia.
KERANGKA
TEORI
Teori
Ketergantungan/Dependency Theory
Menurut
Theotonio Dos Santos, Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan dimana
kehidupan ekonomi Negara – negara atau di dalam suatu Kawasan tertentu
dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara
– negara lain, di mana negara – negara tertentu ini hanya
berperan sebagai penerima akibat saja.Teori Dependensi lebih menitik
beratkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara pinggiran.Dalam
hal ini, dapat dikatakan bahwa teori dependensi mewakili "suara
negara-negara pinggiran" untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya
dan intelektual dari negara maju.[1]
Teori
Saling Ketegantungan/Interdependency Theory
Teori
Interdependensi atau saling ketergantungan merupakan sebuah teori yang lahir
dari perspektif liberalis. Dimana saling ketergantungan disebabkan oleh
kerjasama yang saling dilakukan oleh dua negara / lebih. Dalam bukunya, Yanuar
Ikbar menjelaskan bahwa interdependensi merupakan saling ketergantungan yang
mempertemukan kekurangan dari masing-masing negara melalui keunggulan
komparatif masyarakat. Pemahaman tersebut berdasarkan pemikiran dari
Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye.[2]
Penjelasan tersebut bisa menjadi landasan bagi penelitian mengenai kerjasama
bilateral kedua negara. China dan ASEAN salah satunya yang melakukan hubungan
kerjasama dalam bidang perekonomian. Kerjasama tersebut menyebabkan saling ketergantungan
antara China dan ASEAN , dimana keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Selain
itu, dengan adanya kerjasama tersebut maka pangsa pasar kedua negara semakin
luas.
Teori
Intergrasi/Intergration Theory
Teori
intergration atau intergrasi atau integrasi regional merupakan suatu teori
tentang intergrasi ataubahwa masyarakat/negara terintegtrasi atas paksaan dan
karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.Integrasi
sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki
kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan
pranata-pranata sosialyang dijadikan sebagai dasar pada sebuah paradigma,
dimana kepentingan kelompok menjadi yang utama atau dengan perkataan lain,
paradigma kepentingan regional yang ada. Pada gilirannya akan memberikan
kontribusi bagi kepentingan nasional masing-masing. Paradigma atas kepentingan
regional diformulasikan ke dalam kerjasama regional di beberapa kawasan/wilayah
dunia saat ini yang akan mengarah kepada sifat pengelompokan diri ke dalam
konstelasi kepentingan ekonomi regional/global.[3]
Konstelasi kepentingan ekonomi ini tampaknya semakin mempertegas paradigam
integrasi regional dalam aspek ekonomi-politik global dengan terbentuknya
misalnya Masyarakat Ekonomi Asia.
PEMBAHASAN
A.
Kesiapan menuju perdagangan bebas.
Saat ini Cina berperan sebagai
lokomotif baru ekonomi dunia pada saat Negara-negara maju tidak dapat menggali
sumber pertumbuhan baru dalam waktu dekat.[4] ACFTA adalah kendaraan
penting untuk memperkuat hubungan ekonomi kedua pihak dalam meningkatkan
perdagangan, investasi, serta aliran barang dan jasa. Namun, sementara Cina
sudah lebih siap ke arah Liberalisasi, khususnya di bidang pertanian, ASEAN
masih harus lebih menyamakan dan mengkoordinasikan langkahnya kea rah
perdagangan bebas ASEAN-Cina.
Sejak tahun 1993 sampai 2003, laju
pertumbhuan rata-rata untuk perdagangan ASEAN dan Cina adalah 20,8%. Sejalan
dengan ini, kegiatan saling berinvestasi di antara keduanya juga meningkat.
Dari tahun 1991-2000, investasi ASEAN di Cina meningkat dengan laju rata-rata
28% tiap tahun dan pada tahun 2001 mencapau 6,6% dari total investasi asing di
Cina. Sebaliknya, investasi Cina di ASEAN pada tahun 2001 meningkat tajam,
meskipun relatif kecil, dan mencapai 7,7% dari seluruh investasi Cina di luar.[5] Telah di perkirakan bahwa
ACFTA akan meningkat ekspor ASEAN ke China sebesar 48% dan sebaliknya ekspor
Cina ke ASEAN akan meningkat 55%.[6] Meskpun model perkiraan
ini tidak menampilkan angka ekspor keduanya kepasar dunia, diyakini bahwa ACFTA
juga akan memperkuat ekspor ASEAN dan Cina ke pasar dunia. Dengan dorongan dari
pemerintah Cina dan adanya ACFTA, para ekonom potimis investasi
perusahaan-perusahaan Cina di ASEAN akan meningkat. Berbagai perusahaan Cina
bisa membangun pusat-pusat Research dan
Development (R&D) di Negara-negara ASEAN yang sudah maju teknologinya
dan sebagian lagi bisa berinvestasi pada proyek pengembangan sumber alam di
Negara-negara ASEAN yang memiliki banyak sumber daya alam. Dengan pertumbuhan
ekonomi yang di dorong investasi dan kekuatan konsumsi domestic, tantangan
utama bagi ekonomi Cina di masa depan adalah kebutuhan mendesak untuk membangun
institusi yang paktis, transparan, dan efektif yang mampu menetapkan dan
berfungsi dengan baik. Di sisi lain, daya tarik Cina yang semakin kuat
menimbulkan kesan posisi ASEAN semakin lemah. Oleh karena itu, di samping
potimisme yang telah diuraikan di atas, muncul juga pandangan yang menganggap
terlalu awal untuk memastikan keberhasilan yang substansial dari perjanjian
perdagangan bebas. Penerimaan Negara-negara ASEAN atas pendekatan dan tawaran
Cina untuk lebih meningkatkan kerja sama tidak bisa dikatakan sepenuh hati,
terlepas dari persetujuan di tingkat pompinan. Langkah-langah inisiatif Cina di
bidang ekonomi tidak dapat menghapus kenyataan bahwa Cina dan hampir semua
anggota ASEAN sebenarnya bersaing di pasar ekspor dunia. Lebih lanjut, ASEAN menyadari juga
persaingannya dengan Cina dalam menarik investasi asin. Masalahnya adalah
meluasnya keyakinan bahwa banyak investor meninggalkan ASEAN dan berpaling ke
Cina. Meskpiun pemberitaan merosotnya investasi asing di ASEAN kadang-kadang
agak berlebihan, persepsi yang muncul di Asia Tenggara adalah bahwa mengalirnya
investasi asing ke Cina menimbulkan dampak negative bagi wilayah di sekitarnya.
Persepsi ini mendorong tumbuhnya rasa terancam di hampir seluruh wilayah Asia
Tenggara. Meskipun ASEAN-Cina FTA diyakini bisa meperluas perdagangan, wilayah
perdagangan bebas yang demikian luas dapat menciptakan biaya yang tidak sedikit
menyangkut ketentuan asal barang serta pengawasan dan implementasi
administrasinya. Selanjutnya, hal ini bisa menimbulkan kerumitan ketika
beberapa anggota ASEAN dan Cina terlibat dalam berbagai perjanjian perdagangan
bebas yang terpisah sekaligus saling tumpang tindih.
B. Perjanjian Free Trade Area (FTA)
Pemerintah
melalui Perdagangan pada tanggal 28 februari 2009 lalu, bersama sejumlah
menteri perdagangan ASEAN, Australia dan New Saeland telah menandatangani
Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-New Zaeland atau AANZ-FTA, yakni
perjanjian kerjasama untuk melakukan perdagangan bebas di antara negara-negara
tersebut. Sementara itu perjanjian ASEAN-China sudah akan mulai berlaku sejak
bulan Januari 2010. Bahkan Menteri Perdagangan ASEAN telah membahas kerangka
penyusunan FTA dengan Uni Eropa dan India. Pokok dari perjanjian tersebut
adalah masing-masing negara akan meurunkan tarif BEA masuk barang dan jasa dari
negara-negara yang terlibat perjanjian menjadi nol persen (0%) dengan
tahapan-tahapan yang disepakati. Pada perjanjian AANZA-FTA, sekitar 87% dari
pos tarif Indonesia bertahap akan menjadi nol persen pada 2015, atau sekitar
13% tarif menjadi nol persen pada 2009. Dari Australia, 92% menjadi nol persen
di tahun pertama.[7]
Sementara produk pertenakan, seperti daging dan susu, dari kedua negara itu dinolkan
pada 2017-2020. Di saat bersamaan China agresif mendorong ekspor ke luar
negeri dengan kebijakan yang bersaing. China menerapkan tarif pajak hingga nol
persen. Hal ini akan menekan harga ekspor. Dengan produksi massal, biaya
produksi produk-produk China rendah karena biaya /unit lebih rendah. Produk-produk yang murah
tersebut, membanjiri pasar-pasar nasional dengan harga murah. Indonesia lalu
dipaksa menampilkan produk-produk yang memiliki keunggulan komperatif tertentu,
seperti batik dan melakukan subtitusi impor dengan berupaya mengatasi
masalah-masalah impor. Indonesia sulit menjadwal ulang perdagangan bebas
ASEAN-China karena kesepakatannya cukup lama. Yang dapat dilakukan adalah
bagaimana negara-negara tersebut menghindari praktik-praktik yang tidak sehat
dalam perdagangan.
Kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN
dan China. Kerangka kerjasama kKawasan perdagangan bebas ASEAN-China (ASEAN
–China free Trade Area, ACFTA) yaitu suatu kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Camboja pada 04 november
2002 lalu dengan ditunjukkan bagi pembentukkan kawasan perdagangan bebas pada
tahun 2010, tepatnya 01 januari 2010. Setelah pembentukan ini ia hanya menjadi
kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan
ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan setelah kawasan perekonomian
Eropa dan NAFTA.
Memang
akan selalu ada kekhawatiran mengenai dampak perdagangan bebas terhadap pasar
domestik. Begitu pula dengan China-ASEAN Free Trade Area yang telah
diberlakukan per tanggal 01 januari 2010. Dengan adanya FTA tersebut, 90%
produk China dan ASEAN akan menikmati tarif nol persen. Meski demikian, tidak
semua produk dagang yang dihilangkan tarifnya. Setidaknya ada 288 pos tarif
yang diusulkan oleh pemerintah agar tidak dihilangkan tarifnya karena dianggap
belum siap berkompetisi dalam pasar bebas.[8]
C. Produk Industri dan Perdagangan China.
Sejak berkembangnya Perekonomian
Cina melalui Industri dan perdagangan pada tahun 2005, cina mengalami
peningkatan yang amat berarti. Begitu pula dampak keanggotaan Cina di WTO juga
telah memberikan arti yang positif. Dengan kata lain terintegrasinya kegiatan
perekonomian, perdagangan dan industry Cina dengan pasar global telah
menyebabkan terjadinya ekspansi besar-besaran dari industry manufaktur Cina ke
seluruh dunia. Dengan demikian keanggotaan China di WTO turut mendorong
terbukanya berbagai kegiatan industry di berbagai sector di tingkat domestic.
Mulai dari industry manufaktur dan kendaraan bermotor ke; domestic retail and created greater foreign competition.[9]
Ketergantungan
Cina dalam hal perdagangan menunjukkan perkembangan yang cukup besar (49,6%),
dengan ratio ketergantungan pada ekspor (26,0%), dan impor (23,6%).[10] Seiring dengan
peningkatan perdagangan Cina, produksi raw material juga mengalami pertumbuhan
yang pesat. pada tahun 2004, nilai tambah dari pelelehan dan pencetakkan dari
logam fero (ferrous) meningkat 26,8% di banding tahun sebelumnya: sedangkan
logam Nonfero mencapai kenaikan 22,4%; dan produk mineral non logam meningkat
19,9%. Di antaranya produk bahan mentahutama, output dari baja mentah adalah
273 juta ton naik 22,7%; rolled steel 297 juta ton mengalami kenaikan 23,3%.
Output dari semen adlah 970 juta ton, naik 12,5%. Pertumbhuan yang cukup baik
juga terjadi pada sector manufaktur. Pertumbuhan industry manufaktur peralatan
dan mesin elektrik naik 17,7% sedangkan industry peralatan transportasi naik
14%.
Data pengeluaran Produk Industri
|
||||
Item
|
2002
|
2003
|
2004
|
|
Chemical
Fiber (10000 tons)
|
991.20
|
1181.15
|
1424.50
|
|
Yarn (10000 tons)
|
850.00
|
983.58
|
1120.00
|
|
Cloth (100 milions sets)
|
322.39
|
353.52
|
420.00
|
|
Electric Fans (10000 sets)
|
10761.33
|
12980.92
|
||
Air Conditioners (10000 sets)
|
3135.11
|
4820.86
|
6646.20
|
|
Salt (10000 tons)
|
3602.43
|
3437.70
|
3710.00
|
|
Sugar (10000 tons)
|
926.00
|
1083.94
|
1018.00
|
|
Cigarettes (10000 tons)
|
3467.08
|
3580.86
|
||
Chemical Medicine (10000 tons)
|
73.93
|
99.42
|
||
Color Television Sets (10000 sets)
|
5155.00
|
6541.40
|
7328.80
|
|
Video Recorder (10000 sets)
|
1562.02
|
2029.47
|
||
Cameras (10000 sets)
|
5309.61
|
6198.14
|
||
Chemical
Fertilizers (10000 tons)
|
||||
Chemical Fertilizers (net content)
(10000 tons)
|
3791.00
|
3881.31
|
4469.50
|
|
Plastics (10000 tons)
|
1455.67
|
1652.08
|
||
Synthetic Rubber (10000 tons)
|
136.21
|
134.83
|
||
Tires (10000 tons)
|
16306.59
|
19311.96
|
||
Cars
|
109.20
|
202.01
|
231.40
|
|
Mobile Telephone (10000 units)
|
12146.35
|
18231.37
|
23344.60
|
Sumber
: China Statistical Year Book, 2006
Ini
yang menyebabkan Cina berkembang dengan sangat cepat. Cina sudah menunjukkan
kebijakan produk dan perdagangannya yang demikian aktif dan progresif.
Perkembangan tersebut dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan kauntitas
maupun kualitas yang mengagumkan. Pertumbuhan ekonomi terus mengalami dinamika
pengingkatan kemajuan yang cukup dasyat. Demikian pula dalam hal perkembangan
perdagangan Cina yang tidak hanya meningkat bahkan mini Cina muncul sebagai ‘one of the ginat market’. Kemajuan dan
perkembangan Cina telah yang demikian besar dan aktif tersebut agaknya
mempunyai nenerapa arti. Dengan perkembangan perdagangan dan industry Cina yang
semakin meningkat dan membuahkan banyak ASEAN mengkhawatirkan dengan
pengembangan pasar Cina tersebut. Hal ini menyebabkan pihak ASEAN sedang
melakukan berbagai cara untuk mencegah dominasi Cina atas perdagangan dan
investasinya di wilayah Asia Tenggara.[11] Pada prinsipnya ASEAN
tidak mau tenggelam dibawah baying baying China. Di samping itu ASEAN pun ingin
mempertahankan posisinya sebagai pihak penentu dan sebagai organisasi regional
yang terbuka tetap relevan bagi para anggotanya sendiri.
Namun China pun cukup tanggap atas
reaksi ASEAN. Karena itu tampaknya China sedang menggagas FTA bilateral atau
hubungan 2 arah secara tersendiri dengan beberapa Negara anggota ASEAN, Reaksi
China tersebut tentunya akan melemahkan posisi ASEAN.[12] Misalnya, posisi ASEAN
sebagai ‘payung perdagangan dan investasi’ akan memudar. Karena kerjasama
maupun hubungan ekonomi yang lebih menguntungkan secara bilateral tentunya
lebih baik diprioritaskan, selama integrasi ekonomi ASEAN masih hanya sebagai
‘kata-kata indah’ di atas kertas perjanjian. Kedua, tampaknya China pun dapat
mendikte ASEAN, karena posisi China selama beberapa tahun terakhir (2003-2006)
dengan trade surplus-nya terhadap ASEAN-5 cukup kuat.Akibatnya menjadi penting
bagi ASEAN untuk segera mempercepat dan membuat konsolidasi internal dalam hal
isu-isu di seputar integrasi ekonomi menjadi benar-benar nyata. Di samping
ASEAN sudah harus serius dan focus pada perundingan FTA dengan China, Jepang,
Korea Selatan, Selandia Baru, Australia, dan India. Dengan demikian persoalan
sanksi maupun para anggota ASEAN yang tidak memenuhi janjinya dalam perundingan
FTA tersebut, tampaknya sudah perlu mendapat ‘teguran’ keras dan tegas. Kalau
proses teguran tersebut tidak dilaksanakan, tentunya akan menjadi sulit bagi
ASEAN untuk menjadi ‘payung’ perdagangan dan investasi bagi para anggotanya.
D. Posisi Strategis ASEAN bagi Cina.
Hubungan
antara ASEAN dan Cina sebenarnya secara positif sudah terjalin semenjak tahun
1990-an atau sejak ASEAN diakui Cina sebagai suatu komunitas yang menjanjikan
di bidang perekonomian. Dalam kegiatan-kegiatan ASEAN di bidang perekonomian,
sering kali Cina hadir sebagai pihak yang di undang atau bahkan menjadi
konsultan ekonomi bagi aktivitas perekonomian ASEAN. Strategi ini berdampak
pada eksistensi Cina dalam kawasan ASEAN sebagi subyek yang turut serta dalam
perkembangan perdagangan internasional kawasan. jadi suatu kewajaran bila Cina
karena pengalamannya berdagang di kawasan Asia Tenggara sekaligus penerimaan
ASEAN demi kemudahan investasi.[13] Guna mewujudkan tekadnya
memperkuat perekonomian, Cina lebih berkepetinga menjalin hubungan yang lebih
erat dengan ASEAN. Pada tahun 1994, Cina menjadi mitra dalam ARF dan sejak
tahun 1996 menadi mitra dialog ASEAN. Sementara itu, pada tahun 2001 Cina
mengusulkan adanya perdagangan bebas antara ASEAN dan Cina. Pada waktu itu,
Cina mengusulkan suatu kawasan perdagangan bebas FTA dengan ASEAN dalam konsep
ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Kesepakatan ACFTA di tandatangani
bersama pada KTT ASEAN di Vientiane, Laos, tahun 2001. Dari penyusunan dan
penandatangan perjanjian itu, tampaknya Cina lebih bersemangat dan berharap mendapat
keuntungan dari perjanjian ASEAN-Cina tersebut. Dari kenyataan tersebut
terkesan bahwa ASEAN lebih bernilai strategis bagi Cina di bandingkan dengan
nilai strategis Cina bagian ASEAN. Pada tahun 2003 Cina menjadi pihak di luar
ASEAN yang pertama kali menandatangani perjanjian persahabatan dan kerja sama
(Treaty of Amity and Cooperation /TAC).
Tidak hanya para pemimpin-pemimpin
Cina yang berusaha mentransformasikan modal menjadi kesempatan untuk mendorong
elitee berbagai masyarakat dari Cina juga berusaha keras memproduksikan barang
langsung dari Cina. Kerja keras dan keuletan dari Negara Cina sudah tampak
terlihat jelas kalau Cina adalah Negara paling produktif di seluruh dunia dan
hasilnya dapat di lihat di pasar dunia. Desain dan harga di buat menarik
sehingga produk-produk Cina bisa bersaing dengan Negara-negara lain, dan banyak
di minati oleh berbagai Negara di belahan dunia, termasuk di Negara-negara
ASEAN. Secara nyata kini dan masa depan, Cina akan terus membutuhkan energy
serta bahan mentah untuk produksinya yang besar. Merupakan kebutuh amat riil
untuk bebas menjual produknya ke suatu wilayah dan mendapatkan suplai bahan
baku dan energy. Oleh karena itu, ASEAN menjadi mitra strategis bagi
kepentingan Cina.
Menangkap peluang dari Cina,
Negara-negara ASEAN sudah lama mengidealkan integrasi ekonomi dan perdagangan
bebas sebagai alat untuk meningkatkan daya saing. Hal ini merupakan tuntutan
untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angkah kemiskinan serta
untuk mewujudkan pembangunan yang setara dan inklusif dalam ASEAN dan dengan
Negara-negara mitra. Pembangunan pesat Cina menjanjikan keuntungan karena
membutuhkan bahan baku dan energy dari Negara-negara ASEAN. Selain pasar bahan
bau, Cina juga merupakan pasar potensial bagi produk-produk dari ASEAN. Sebagai
produsen bahan baku dan energy, Negara ASEAN akan di untungkan. Akan tetapi,
sebagai produsen manufaktur barang-barang manufaktur, cina akan lebih
diuntungkan daripada ASEAN.
Meskipun bisa diperkirakan dampak
Negatifnya, saat ini focus utamanya adalah peluang besar dari pertumbuhan di
Cina. Karena bagaimanapun juga, pertumbuhan ekonomi Cina adalah perkembangan
yang tidak bisa di abaikan. Dengan demikian, ASEAN dan Cina bersama-sama
berharap akan bisa saling memperoleh keuntungan dan pengembangan hubungan
mereka.[14]
E. ASEAN menyambut kerja sama dengan Cina
Ada
beberap ekonomi China secara umum merupakan factor daya tarik bagi ASEAN dalam
menyambut tawaran FTA dari Cina :
ü ASEAN
memandang Cina sebagai pasar yang berpotensi dengan luas wilayah dua kali
wilayah ASEAN dan penduduk 1,3 miliyar. Daya beli di Cina yang semakin kuat dan
pasarnya yang semakin terbuka membuka peluang begi ekspor ASEAN yang selama ini
mengalami kesulitan karena rendahnya tingkat perdagangan intra ASEAN.
ü Ekonomi
Cina bisa lebih komplementer dengan ekonomi ASEAN di banding intra-ekonomi
ASEAN sendiri. Sebenarnya, Cina sendiri memiliki system industry yang hampir
lengkap. Dengan masuknya Cina dalam komunitas ekonomi global, ASEAN bisa ikut
ambil bagian dalam rantai produksi Cina. Sebaliknya, pertumbuhan di Cina yang
membutuhkan semakin bantak energy dan mineral bisa dipenuhi oleh Negara-negara
ASEAN yang kaya akan sumber energy tersebut.
ü ASEAN
bisa memanfaatkan kebangkitan ekonomi Cina yang kekuatan ekspornya juga di
imbangi kekuatan pasar domestiknya. Sekarang Cina menjadi mitra dagang yang
semakin penting bagi Negara-negara di Asia. Mitra dagang utama Jepang bukan
lagi Amreika tetapi Cina. Jika pada masa lalu kebangkitan ekonomi Jepang
membawa serta kebangkitan ekonomi ASEAN. Sekarang hal yang sama diharapkan dari
kebangkitan ekonomi Cina.
Cina merupakan pihak yang paling siap
melakukannya dan ASEAN segera menyambutnya. Ada dua pertimbangan mengapa ASEAN
tidak menunggu kesiapan Jepang dan Kore Selatan.
· Sepertinya
Jepang memiliki kualifikasi yang cukup untuk mempercepat kerja sama ekonomi
dengan ASEAN. Walaupun ekonomi Jepang dalam situasi tidak menguntungkan dalam
sepuluh tahun terakhir, tetapi sebenarnya GDP Jepang masih menduduki urutan
kedua tertinggi di dunia dan beberapa industrinya masih unggul di pasar global.
namun krisis 1997 semakin memperburuk kondisi ekonomi Jepang sehingga ia harus
menarik investasinya di beberapa Negara Asia dan mengatasi dilemma ekonomi
domestic dengan mengevaluasi mata uangnya.
· Memang
di akui Korea Selatan cukup berhasil dalam pemulihan ekonomi sejak krisis di
bandingkan dengan Negara lain. Bahkan secara bertahap Korea Selatan berusaha
mengatasi persoalan dalam struktur ekonomi. System perbankan dan korupsi.
Dalam
konteks ACFTA, pertanyaan penting yang belum bisa segera di bajab adalah apakah
komplementaritas akan mengungguli kompetisi di antaranya keduanya. Salah satu
tujuan utama membentuk kompetisi di antara keduanya. Untuk sementara, paling
tidak kita bisa melihat arah perkembangan perdagangan antara ASEAN dan selama
ini sebagai indikasi kepentingan FTA. [15]
Pada kenyataannya, diplomasi Cina
pada masa reformasi berhasil membangun hubungan baik dengan Asia Tenggara.
Negara-negara di kawasan regionalpun semakin menerima kehadiran Cina. Di tambah
lagi keberadaan Cina dalam arena global yang dengan cepat bisa bertahan dalam
lingkungan yang semakin banyak tantangannya.
Dalam diterapkannya ACFTA sebagai
bagian integral dari hubungan ekonomi ASEAN-Cina ke depan. Pertanyaan berikut
adalah keuntungan apa yang akan diperoleh dari inisiatif ini. Bagaimana ASEAN
akan menghadapi dominasi Cina di bidang ekonomi mengingar Cina memiliki
populasi, GDP, dan angka perdagangan yang tinggi? FTA ini akan menjadi kawasan
perdagangan bebas terbesar di dunia dalam konteks jumlah penduduk dan
mencangkup Negara-negara berkembang yang tingkat pembangunannya masih beragam.
Pada prinsipnya dalam suatu FTA, penghapusan hambatan tariff bisa memperluas perdagangan
karena biaya akan turun dan efisiensi ekonomi meningkat.
F. Hubungan yang saling menguntungkan.
Sejak krisis ekonomi melanda Asia
tahun 1997, Negara-negara ASEAN berusaha keluar dari krisis dengan melakukan
upaya pemulihan ekonomi domestic masing-masing dan memperkuat integrasi ekonomi
rwgional. Upaya integrasi ASEAN ke dalam sulit dijalankan karena beban yang
masih di tanggung masing-masing Negara akibat krisis sehingga diperlukan
kekuatan pendorong dari luar ASEAN. Dari aspek ekonomi, berbagai factor
keterbatasan tersebut menunjukkan bahwa Negara-negara ASEAN maupun ASEAN
sebagai satuentitas tidak mampu menjadi pendorong untuk memulihkan keuatan
ekonomi regional. Oleh karena itu, ASEAN harus berintegrasi dengan kawasan yang
lebih luas dan kuat akan ekonominya, yaitu Asia Timur. Dalam hal ini, Cina yang
aktif mendekati ASEAN dan menawarkan FTA lebh dahulu, baru kemudian Jepang dan
Korea Selatan.
Kondisi dalam negeri Cina mempunyai
keunggulan-keunggulan tertentu. Pada saat krisis moneter terjadi di Asia,
kondisi Cina sarat dengan korupsi dan kapitalisme perkoncoan, tetapi tidak
terseret ke dalam krisis. Pada saat Negara Asia lain dipaksa menaikkan suku
bunga dalam situasi krisis, cina tetap bisa bebas menurunkan suku bunganya
tanpa harus cemas mata uangnya akan terdevaluasi karena Negara ini merupakan
system nilai tulkar tetap (fixed). Sampai
saat ini sustainability dari proses reformasi ekonomi Cina tampak berjalan
dengan lancar dan cukup berhasil. Yang menarik adalah proses reformasi ekonomi
Cina dapat dilaksanakan tanpa mengubah system politiknya. Setelah Negara ini
lebih terbuka, investasi berdatangan dari seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan
seperti Oracle, Microsoft, IBM, iIntel mendirikan pusat-pusat riset di Cina
dengan menggunakan teknisi Cina untuk pengembangan produk jangka panjang. Dalam
bidang teknologi tidak dapat di pungkiri bahwa Cina tergolong lebih maju
dibandingkan dengan Negara Asia lainnya.
Masalah
persaingan dalam menarik modal merupakan kecemasan bagi Negara-negara ASEAN
karena daya tarik Cina jelas jauh lebih kuat bagi investor asing. Kekhawatiran
in mendapat tanggapan positif dari Cina dengan menawarkan wilayah perdagangan
bebas (Free Trade zone) antara
Cina-ASEAN. Pada akhirnya ASEAN-Cina menyepakati rencana perdagangan bebas
dalam sepuluh tahun mendatang, kesepakatan itu berlangsung di Brunei Darussalam
pada akir tahun 2001. Kesepakatan tersebut kemudian dilanjutkan ke pertemuan
ASEAN-Cina di Nusa Dua Bali pada bulan Oktober 2003. Kesepakatan tersebut
ditandai dengan ditandatanganinya Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis untuk
Perdamaian dan kemakmuran (Declaration on
Strategic Partnership for Peace and Prosperity) oleh Perdana Menteri Cina
Wen Jiabao dengan sepuluh Negara anggota ASEAN.[16]
dalam bidang ekonomi, keduannya akan
memperkuat pasar dan jaminan momentum pertumbuhan yang berjalan pesat pada
hubungan ekonomi dan perdagangan ASEAN-Cina. Selanjutnya, ASEAN-Cina Free Area
Zone menjadi tulang punggung kerja sama keduanya menuju tahun 2010 yang kerja
samanya disepakati di Vientianne, Laos pada tahun 2004. Namun di tengah semua
keunggulan Cina, tentunya masih banyak pula kekurangan yang dimilikinya
sehingga masih ada peluang yang perlu kita tangkap supaya kerja sama ini
berimbang dan tidak didominasi Cina. Ide pembentukan kawasan perdagangan bebas
ASEAN-Cins pertama kali muncul dalam pertemuan informasi ASEAN+3 di Singapura
pada tahun 2000.
Pada
waktu itu pemimpin Negara-negara ASEAN merasa khawatir akan dampak masuknya
Cina ke dalam WTO. Mereka berpikir bahwa Cina akan semakin kompetitif dalam
menarik investasi asing dan ASEAN harus bersaing lebih ketat dengan Cina dalam
merebut pasar ekspor. Oleh karena itu,kekhawatiranini secara khusus di
lontarkan kepada Perdana Menteri Zhu Rongji masuknya Cina ke dalam WTO.[17] Pertumbuhan ekonomi Cina
yang pesat secara berkelanjutan mengharuskan Cina memastikan bisa memperoleh
cukup pasokan energy dan bahan mentah. Dalam hal ini, Negara-negara ASEAN yang
kaya sumber alam dipandang sebagai pemasok yang penting.
ASEAN dan Cina sama-sama menghadapi
tekanan dari semakin luas dan dalamnya integrasi ekonomi di kawasan Eropa dan
Amerika dari waktu ke waktu, anggot Uni Eropa semakin bertambah dan
diperkirakan integrasi ekonominya akan semakin kuat. Demikian pula dengan
Amerika yang bertelad memperluas integrasi daratan Amerika Utara dan Selatan
dengan menggunakan NAFTA sebagai landasan. Di samping motivasi ekonomi, dalam
hal membangun kerjasama lebih kuat dengan ASEAN, strategi Cina juga mencakup
pertimbangan politik dan keamanan. Menyadari masih banyaknya Negara tetangga
yang curiga atas kebangkitan Cina dan pasang-surutnya hubungan Cina-Amerika,
pemimpin Cina berusaha melancarkan kebijakan memelihara hubungan bertetangga
dengan baik dan ramah.
Bagaimanapun
kuat Cina, strategi yang agresif tidak akan menguntungkannya, karena justru
akan menjauhkan Cina dari para tetangganya. Oleh karena itu, Cina melancarkan
strategi perdamaian terhadap Negara-negara di kawasan sehingga Cina bisa
menikmati terciptanya lingkungan strategi regional yang aman. Cina dengan
kekuatan manufakturnya ingin memperluas pasar ekspornya untuk mengurangi resiko
tersebut dan ASEAN menjadi pasar yang semakin penting bagi ekspor Cina. Pada
tahun 1993, Cina menduduki urutan kelima dalam impor ASEAN dengan mengambil
1,9% dari total impor ASEAN. Tahun 2000 Cina sudah mengambil 5,2% bagian dari
impor ASEAN dan menduduki urutan keempat.[18] Neraca perdagangan
ASEAN-Cina sampai tahun 2009 telah mengalami peningkatan.[19]
Cina dan ASEAN menciptakan “the world’s biggest free trade area”
pada tanggal 1 Januari 2010 dengan total GDP keduanya sebesar US$ 6,6 triliun.
Perdagangan intraregional di kawasan meningkat 20% pertahun. Perdagangan
ASEAN-Cina dengan Negara-negara lain di dunia sudah mencapai US$ 4,3 triliun
atau sama dengan 13% dari perdagangan Dunia. Cina telah melampaui Amerika
menjadi mitra dagang ketiga terbesar ASEAN.
KESIMPULAN
ASEAN
dan Cina telah masuk dalam system perdagangan dunia sehingga tidak ada satu
Negara atau kawasan pun yang bisa secara bebas menentukan ekonomi seperti apa
yang diinginkannya. Pada saat ASEAN dan Cina memulai pembicaraan tentang
rencana membentuk kawasan perdagangan bebas mereka menyadari betul bahwa mereka
harus menghadapi system global sehingga baik ASEAN maupun Cina tidak bisa
mengontrol sepenuhnya. Kemajuan teknomlogi yang pesat juga bisa menilbulkan
tekanan dalam tata nilai di tiap kawasan yang kemudian menjadi tantangan bagi
stabilitas social. Tantangan ACFTA adalah homogenitas produk ekspor,
rasionalisasi industry dan perusahaan penyesuaian bagi usaha kecil dan
menengah, serta kemungkinan pengalihan perdagangan, biaya ekonomi dan hilangnya
pendapatan dari tarif bea masuk.
Dalam
menghadapi persaingan dari Cina, tetap saja Cina tidak bisa dilawan karena
harga barang-barangnya sangat rendah. Semua Negara di dunia sudah kewalahan
menghadapi persaingan dari Cina. Pertanyaan penting adalah apakah dominasi
produk Cina sifatnya jangka pendek atau jangka panjang. Kemungkinan dominasi
produk masih akan berlangsung cukup lama dalam jangka panjang, Negara-negara
anggota ASEAN baru bisa memetik keuntungan dari FTA ini, tetapi sementara itu
sudah banyak perusahaan dalam negeri yang bangkrut.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Developing ASEAN-China Relations: Realities
and Prospect, A Brief Report on the ASEAN-Cina Forum, ISEAS,
Singapore, 2004.
Forging Closer ASEAN-China Economic
Relations in the Twenty-First Century, a report submitted by the
ASEAN-China Expert Group on Economic Cooperation, October 2011.
Kajian
Ekonomi Regional Jakarta, Triwulan IV, Kemendag, 2009.
Supachai,
Panitchpakdi and Mark L. Clifford, “Cina and the WTO”, John Wiley & sons, Singapore, 2002.
Swee-Hock,
Saw. “An Overview of ASEAN-Cina Relations”, ISEAS,
Singapore, 2005.
Stiglitz,
Joseph. Making Globalization Work,
Penguin Allen Laane, London, UK, 2006.
Wu,
Jinglian. Understanding and Interpreting
Chinese Economic Reform, Textere Publisher, Singapore, 2005.
Juwono,
Sudarsono. “State of the Art The International
Relations” MengkajiUlang Teori Hubungan Internasional dalam Perkembangan
Studi Hubungan Internasional dan Tantangan Masa Depan. Jakarta, 1996.
Sumber
Internet :
http://www.kemalstamboel.com/blog-manajemen/china-asean-free-trade-area-peluang-dalam-menghadapi-tantangan.html
Surat
Kabar :
Kompas Online, 13 Agustus 2007
Kompas
Online, 26 Agustus 2007.
[1] Sudarsono Juwono, “State
of the Art The International Relations” MengkajiUlang Teori Hubungan
Internasional dalam Perkembangan Studi HubunganInternasional dan Tantangan Masa Depan. Pustaka Jaya: Jakarta,
1996. Hal.43
[2]
http://www.academia.edu/9555977/Definisi_Teori-Teori_dalam_Hubungan_Internasional
di akses pada tanggal 10 Januari 2016.
Pukul 11.30 Wib.
[3]
https://teorihubunganinternasional.wordpress.com/teori-kerjasama/
di akses pada tanggal 10 Januari 2016, pukul 11.36 Wib.
[4]
Developing ASEAN-China Relations: Realities
and Prospects, A Brief Report on the ASEAN-China Forum, ISEAS, Singapore,
2004, hlm. 26.
[5]
Ibid.,hlm.27.
[6]
Forging Closer ASEAN-Cina Economic
Relations in the Twenty-First Century, a report submitted by the
ASEAN-China Expert Group on Economic Cooperation, October 2001, hlm.31.
[7]
http://www.kemalstamboel.com/blog-manajemen/china-asean-free-trade-area-peluang-dalam-menghadapi-tantangan.html di akses pada tanggal 7 Januari 2016 pukul. 17.00 wib
[8]
http://dininurhayati92.blogspot.com/2012/04/tulisan2-kerjasama-aseanindonesia.html
di akses pada tanggal 7 Januari 2016 pukul. 17.22 wib
[9]
John Wong,”China’s Economy in Search of
New Develompent Srategies, dalam Saw Swee Hock, ASEAN-China Economic Relations.
ISEAS, Singapore,2007.hal.13.
[10]
Jinglian Wu, Understanding and
Interpreting Chinese Economic Reform, Textere Publisher, Singapore.
2005.hal.307.
[11]
Joseph Stiglitz, ‘Liberalisasi Modal Bukan Solusi’, Kompas Online, 13 Agustus
2007, hal. 1 dan 15.
[13]
Forging Closer ASEAN-China Economic Relations in the Twenty-First Century, Op. Cit., hlm.5-7
[14]
Ibid,hlm.227
[15] Ong Keng Yong, “comprehensive Integration Towards The ASEAN Community”. Pidato
Sekjen ASEAN pada APEC Ministerial Meeting, Santiago, 18 November 2004.
[16]
Saw Swee-Hock, “An Overview of ASEAN-China Relations”, ISEAS, Singapore,2005,hlm.1-30.
[17]
Panitchpakdi Supachai & Mark L. Clifford,
China and the WTO, John Wiley & Sons,
Singapore, 2002, hlm.25
[18] ASEAN Statistical Yearbook 2001.
[19]
Kajian Ekonomi Regional Jakarta, Triwulan IV, Kemendag, 2009
Langganan:
Postingan (Atom)